Allah Swt telah menganugerahkan kepada kita Al-Qur’an yang penuh berkah. Kitapun harus senantiasa membacanya pada pagi dan sore hari. Keberkahan akan mengiringi kita dimanapun dan kapanpun kita berada. Sayyid Qutb menggambarkan bahwa hidup di bawah naungan Al-Qur’an suatu kenikmatan. Nikmat yang tidak dimengerti kecuali oleh orang yang merasakannya. Nikmat yang akan mengangkat harkat usia manusia, menjadikannya diberkahi. Diantara cara mendapatkan keberkahan Al-Qur’an adalah membaca Al-Qur'an dengan tajwid secara benar sesuai apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan kaidah tajwid
Musa bin Yazid Al-Kindi Ra, ia berkata, “Ibnu Mas’ud Ra pernah meminta seorang laki-laki membaca Al-Qur’an di hadapannya, lalu orang itu membaca ayat :
yang mad panjangnya 3 alif, dibaca dengan pendek 2 harakat yang seharusnya 6 harakat. Maka Ibnu Mas’ud berkata, ‘Bukan begini caranya Rasulullah Saw membacakannya kepadaku.’ Lalu orang itu berkata, ‘Lantas bagaimana beliau membacakannya kepadamu, wahai Abu Abdirrahman.?’ Ia menjawab, ‘Beliau membacakannya kepadaku begini : dengan memanjangkannya (mad) 6 harakat’” (Ibnu al-Jauzi menyebutkannya di dalam kitabnya An-Nasyr dan berkata, “Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani di dalam al-Mu’jam al-Kabir di mana para perawi sanadnya tsiqat)
Dari kisah ini ada beberapa hal yang harus kita perhatikan:
- Ibnu Mas’ud memeriksa bacaan saudaranya untuk memeriksa apakah pemahaman bacaan Al-Qur’an para sahabat tersebut sudah benar.
- Membaca Al-Qur’an harus mencontoh bacaan Rasulullah Saw.
- Kesalahan dalam membaca mad yang kurang dari semestiya dianggap tidak mengikuti sunnah Saw. Bagaimana jika kesalahan itu bisa menghilangkan makna Al-Qur’an.
- Kesungguhan untuk belajar membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar setelah mengetahui kekurangan dan kesalahan dalam tilawah.
- Perhatian Ibnu Mas’ud terhadap keaslian bacaan Al-Qur’an dan menjaganya dari penyimpangan bacaan.
Tilawah bertajwid suatu keniscayaan
Membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar merupakan kewajiban setiap muslim dan muslimah. Ada beberapa alasan yang mendukung hal di atas.
Al-Qur’an.
Allah Swt berfirman:
A. “dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.” (QS.Al-Muzzammil:4)
Imam Ali ditanya tentang makna tartil. Maka ia menjawab: tartil adalah mentajwidkan huruf-huruf dan mengetahui tempat-tempat waqaf.
Tartil artinya membaca Al-Qur`an secara tidak terburu-buru, tenang, perlahan dan tadabbur (perenungan), dengan menjaga kaidah-kaidah tajwid, baik berupa mad (memanjangkan), izhhar (menampakkan bacaan secara jelas), dan lainnya. Amr (perintah) dalam ayat ini mengindikasikan wajib, sebagaimana hukum asal al-amr, kecuali terdapat qarinah (dalil penguat) yang mengalihkan dari wajib kepada nadb (sunnah/dianjurkan) atau mubah (boleh), sementara dalam realitasnya tidak ada qarinah di sini, sehingga yang berlaku adalah hukum asalnya, yaitu wajib. Allah Swt tidak sebatas pada amr (perintah) dengan perbuatan, bahkan menguatkannya dengan isim mashdar (kata benda; tartila) sebagai bentuk perhatian atasnya, pengagungan akan posisinya dan sugesti pemberian pahalanya. (Nihayah al-Qaul al-Mufid, hal 7)
B. “Dan Kami (Allah) telah bacakan (Al-Qur’an itu) kepada (Muhammad Saw)
secara tartil (bertajwid)”(Q.S. Al-Furqaan : 32).
Tartil adalah membaca Al-Qur’an perlahan-lahan, jelas huruf per huruf supaya bisa memahami dan meresapi Al-Qur’an.( Wahbah Zuhaili, Tafsir Munir I: 205). Cara tartil seperti ini diperoleh para sahabat dari mulut Rasullullah Saw yang di sampaikan oleh Jibril As dari Allah SWT. Maka umatnya harus mengikuti cara tartil ini.
C. “Orang-orang yang telah kami berikan kepada mereka Al-Kitab mereka membacanya dengan sebaik-baik bacaan. Merekalah orang-orang yang beriman kepadanya. Maka barangsiapa yang berpaling maka merekalah orang yang merugi.( Q.S.2.121).
Haqqut Tilawah yaitu memadukan antara lisan, akal dan hati dalam tilawah. Lisan membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Akal memikirkan makna Al-Qur’an dan hati mengambil ibrah dan merenunginya.(Husni Syeikh Usman, Haqqut Tilawah hal. 3)
As-Sunnah
Nabi Saw menganjurkan agar suara dan lagu dalam membacanya sesuai dengan bentuk dan lahjah (dialek) ‘araby, sebagaimana sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitabnya Muwatta’ dan Imam An-Nasa’i dalam Sunan-nya dari Hudzaifah, dari Rasulullah Saw bersabda :
“Bacalah Al-Qur’an dengan luhun (lagu) dan bentuk suara Arab” (HR. An-Nasai).
Ummu salamah isteri Rasullullah SAW ditanya bacaan Nabi SAW maka ia menirukannya dengan bacaan yang jelas huruf per huruf. (Jami’ut At-Tirmizi : 83).
Ijma’ ulama
Para ulama salaf maupun khalaf sepakat tentang wajibnya membaca Al-Qur’an dengan benar.
Imam Ibnu Jazary berkata :
Artinya
“ Membaca Al-Qur’an dengan baik adalah suatu keharusan. Barangsiapa yang tidak baik membaca Al-Qur’an berdosa. Karena demikianlah Al-Qur’an itu diturunkan dengan tajwid. Dan demikianlah Al-Qur’an itu sampai kepada kita saat ini.(Ibnu Jazri, Manzhumul Muqaddimah: 3).
Apa itu tajwid
Pengertian tajwid menurut bahasa adalah memperindah sesuatu. Sedangkan menurut istilah, ilmu tajwid adalah pengetahuan tentang kaidah serta tata cara membaca Al-Quran dengan sebaik-baiknya sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Tujuan ilmu tajwid adalah memelihara bacaan Al-Qur’an dari kesalahan dan perubahan serta memelihara lisan dari
kesalahan membaca. Belajar ilmu tajwid itu hukumnya fardlu kifayah, sedang membaca
Al-Qur’an dengan baik (sesuai dengan ilmu tajwid) itu hukumnya fardlu ‘ain.
Bagaimana dengan tilawah kita
Allah Swt, Rasulullah Saw dan para ulama telah mengarahkan kepada kita tentang keniscayaan tilawah Al-Qur’an dengan baik dan benar. Maka, mari kita tingkatkan kualitas tilawah kita. Bagi yang belum bisa harus merupaya menjadi bisa. Terbata-bata menjadi lancar. Dan pada akhirnya kita akan mendapatkan keberkahan yang luar biasa. Dari Aisyah Ra berkata: Rasulullah Saw bersabda:
“ Orang yang mahir membaca Al-Qur’an, dia berada bersama para malaikat yang terhormat dan orang yang terbata-bata di dalam membaca Al-Qur’an serta mengalami kesulitan, maka baginya dua pahala” ( H.R. Muslim)