Senin, 11 Juli 2011

Achmad Muhajir dan Mawaddah Abbas, pasangan suami-istri juara qori internasional.

Achmad Muhajir, Juara Dunia Qari Pertama dari RI
Tak Rewel, Jadi Favorit Raja Emirat

Jika dibandingkan dengan para qari dan qariah Indonesia yang berjaya di pentas dunia, Achmad Muhajir termasuk paling senior. Dia adalah qari pertama Indonesia yang merengkuh jawara qari sejagat yang dihelat di Makkah, Arab Saudi, pada 1980. Selain pentas, Muhajir kini berkeliling dunia sebagai juri dan membina para qari dan qariah tanah air.Baca selengkapnya....Rumah Muhajir terletak di Pisangan Raya, Cireundeu, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten. Rumah dua lantai itu bergaya modern minimalis. Berdiri di atas lahan 800 meter persegi, kediaman Muhajir belum memiliki nomor rumah. Maklum, rumah dengan tujuh kamar tersebut masih anyar. ’’Baru tujuh bulan di sini. Maka, belum ada nomornya,’’ kata Muhajir, lantas tersenyum.

Tidak semua lahan digunakan sebagai bangunan. Sisa lahan sekitar tiga kali lapangan futsal dipakai sebagai taman. Karena berdiri di atas lahan yang lapang, rumah Muhajir lebih terlihat seperti kompleks kediaman daripada sekadar rumah biasa.

Muhajir mengatakan, dirinya sengaja memilih lahan lapang. Bahkan, rencananya di atas lahan kosong itu dibangun sejumlah paviliun. Tujuannya, tiap kali para peserta MTQ singgah ke Jakarta, dia bisa menampung mereka sekaligus membina. ’’Maka, rumah saya banyak kamar. Mereka bisa menginap di sini sekaligus persiapan,’’ ujar lelaki kalem tersebut.

Muhajir memang qari senior di Indonesia. Lulusan Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (sekarang Institut Perguruan Tinggi Ilmu Alquran) tersebut merupakan juara pertama qari internasional di Arab Saudi pada 1980. Itu adalah prestasi tertinggi yang pertama diraih Indonesia di pentas qari dunia di Makkah.
Bahkan, ketika pulang dari Makkah, Muhajir sampai diarak keliling kota oleh Pemprov DKI Jakarta. Bersama Harir Muhammad (juara keenam hafiz Quran 1980), dia dikalungi bunga dan menumpang jip terbuka. ’’Rasanya seperti jadi kontingen olahraga,’’ katanya, lantas terkekeh.

Maklum, tutur Muhajir, ada unsur ’’balas dendam’’ saat mengarak dirinya. Ketika itu, masyarakat Indonesia sedang terpukul lantaran timnas sepak bola Indonesia baru saja digasak 8-0 oleh timnas Arab Saudi. ’’Jadi, begitu ada berita bahwa kami menang di Arab, ada perintah dari Gubernur untuk mengarak kami keliling kota,’’ ujarnya, tersenyum.

Muhajir menuturkan, 1980 merupakan tahun kedua Kerajaan Arab Saudi mengadakan lomba tilawah Alquran. Cabang yang dilombakan, kata dia, awalnya hanya hafalan. Namun, lambat laun, cabang lomba mulai berkembang. Kini, lomba serupa tak hanya dilaksanakan di Makkah. Tetapi, ada juga di Iran, Mesir, dan negara Timur Tengah lainnya.

Malaysia sebenarnya juga mengadakan lomba serupa. Namun, negeri jiran itu hanya menyelenggarakan lomba qari tingkat Asia-Afrika. Istri Muhajir, Mawaddah Abbas, pernah meraih juara kedua kompetisi pembacaan Alquran tersebut pada 1984 di Malaysia.

Karena sudah mencapai tingkat tertinggi kompetisi membaca Alquran, ada kesungkanan pada diri Muhajir untuk ikut lagi. Karena itu, dia tidak pernah ikut lagi ’’piala dunia’’ antarqari tersebut. ’’Aturannya sih tidak melarang. Tapi, ya kami memberikan kesempatan kepada yang lain,’’ ujarnya.
Tak lagi ikut lomba bukan berarti karir Muhajir sebagai qari tamat. Justru jam terbang lelaki berkulit cerah itu semakin tinggi. Tak hanya tingkat domestik, sejumlah negara di Eropa dan Timur Tengah mengundang dirinya. Di antaranya, pemerintah Iran yang meminta dia menjadi hakim alias juri lomba qari pada 2002, 2003, 2004, dan 2010.

Lelaki kelahiran 1953 itu juga pernah berkeliling untuk ’’pentas’’ di beberapa Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Eropa. Pada peresmian masjid di Bosnia, dia diundang untuk membacakan Alquran. Begitu pula pada haul 300 Syeikh Yusuf di Afrika Selatan. ’’Semua benua sudah saya datangi, kecuali Amerika dan Australia,’’ ujarnya.

Muhajir juga pernah menjadi qari langganan Kerajaan Uni Emirat Arab (UEA). Pada Ramadan 2002, 2003, dan 2005, ayah dua putri itu menjadi qari di masjid-masjid Emirat Arab selama sebulan penuh. ’’Baru pulang pada tanggal 27 (Ramadan). Itu pun kalau ada pesawat,’’ ujarnya.
Menurut Muhajir, qari dari Indonesia merupakan qari favorit Kerajaan Uni Emirat. Sebab, umumnya qari Indonesia tidak rewel terhadap persyaratan dan fasilitas. Itu berbeda dengan qari dari Malaysia dan Brunei Darussalam yang menuntut adanya pengawalan dan fasilitas spesial. ’’Kami diundang kan malah senang dan langsung berangkat. Tidak menuntut ini itu. Saya menginap satu kamar dengan orang Aljazair nggak masalah, walaupun sama-sama nggak bisa berkomunikasi (karena beda bahasa),’’ katanya enteng.

Bersama istri, Muhajir kini lebih banyak mendidik para qari dan qariah sembari terus berkeliling ke daerah-daerah di Indonesia. Kakek satu cucu itu mengatakan tidak bisa berganti profesi selain menjadi qari. Dia juga enggan menjadi pegawai negeri. ’’Barangkali karena jiwanya di sini,’’ imbuhnya.
Menurut Muhajir, qari yang baik tidak hanya mementingkan lagu dan suara dalam melafalkan Alquran. Kitab suci itu, kata dia, tetap harus dibaca dengan benar. Artinya, tajwid dan fasholah bacaan harus dijaga. Tajwid berhubungan dengan akurasi dan qolqolah dalam melafalkan huruf. Fasholah terkait dengan pemenggalan dalam kalimat. ’’Dua itu jangan sampai salah. Sebab, itu yang pokok dalam membaca Alquran, meski lagu dan suaranya bagus,’’ jelasnya.

1 komentar:

Posting Komentar

Stat & Directory